Kamis, 13 Desember 2012

PEACE AND HUMAN SECURITY


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Sepanjang sejarah, perdamaian dan keamanan antar masyarakat dan antar negara di dunia senantiasa menjadi cita-cita besar umat manusia. Lembaran historis dipenuhi catatan panjang perjuangan manusia dalam mewujudkannya. Sejarah juga mencatat noktah hitam rasisme dan ambisi sebagian orang maupun negara dengan menyulut perang, pembunuhan dan menciptakan kerusakan.
Pada saat rakyat dunia menghendaki perdamaian permanen dan bebasnya dunia dari perang. Amat disayangkan, tujuan mulia ini tidak pernah terwujud sempurna. Perdamaian dan ketentraman hanya terwujud pada taraf tertentu. Namun, mayoritas manusia berupaya mewujudkan perdamaian permanen, sehingga dengan cara ini bisa mencapai kemajuan dan kebahagiaan.
Hingga kini, berbagai strategi ditempuh untuk mewujudkan perdamaian dan keamanan di dunia. Namun berbagai cara tersebut tidak membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Kekuatan-kekuatan adidaya senantiasa memaksakan ambisinya dengan menyelewengkan ketentuan internasional dan melanggar kedaulatan negara-negara dunia.
Agama Islam memandang perdamaian sejati tidak terwujud tanpa naungan keadilan. Di mata Islam, perdamaian akan mengakar kokoh dari pondasi hak adil bangsa-bangsa dunia, bukan penindasan dan kepentingan adidaya. Saat ini pandangan tersebut diterima seluruh negara. Semua pihak mengakui bahwa perdamaian yang adil merupakan satu-satunya jalan untuk mewujudkan ketentraman permanen di dunia yang tidak aman dan dipenuhi konflik.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Perdamaian
Perdamaian dalam arti yang lebih luas lagi adalah, “penyesuaian dan
pengarahan yang baik dari orang seorang terhadap Penciptanya pada satu
pihak dan kepada sesamanya pada pihak yang lain” . Hal ini berlaku bagi
keseluruhan hubungan konsentris (bertitik pusat yang sama) antara seorang
dengan orang lainnya, seseorang dengan masyarakat, masyarakat dengan
masyarakat, bangsa dengan bangsa dan pendek kata antara keseluruhan umat
manusia satu sama lainnya, dan antara manusia dan alam semesta. Perdamaian
mencakup segala bidang kehidupan fisik , intelektual, akhlak dan
kerohanian.
B.     Keamanan
Keamanan adalah suatu hal yang dituntut dalam kehidupan, dimana seluruh makhluk sangat membutuhkannya dalam memenuhi hal-hal yang berkaitan dengan mashlahat kepentingan mereka, baik yang sifatnya keduniaan maupun keagamaan.
Betapapun manusia diberikan sebab-sebab kemajuan dan segala unsur keberhasilan, maka ia tidak akan mencapai kebahagiaannya dan tidak pula dapat menuai kehidupan yang indah kecuali dengan tuntunan dan syari’at yang Allah ‘Azza wa Jalla, Sang Pencipta manusia ridhoi untuk mereka.
Kita bersyukur dan memuji Allah Jalla Jalâluhu yang telah menerangkan segala sebab keamanan dalam agama kita. Dan kita senantiasa menyanjung-Nya atas segala kemurahan yang diantaranya adalah dijadikannya syari’at Islam ini sebagai syari’at yang bertujuan menegakkan keamanan di tengah manusia.

C.    Pandangan Al-Quran Terkait dengan Perilaku Damai Kaum Muslimin Terhadap Penganut Agama Lain
Hidup berdampingan secara damai di antara pemeluk agama merupakan satu pemikiran orisinil Islam. Banyak ayat al-Quran, dalam ragam bentuk, dengan lugas menganjurkan kepada kaum Muslimin untuk memperhatikan masalah penting ini. Dalam pandangan al-Quran, perang agama dan pertikaian lantaran perbedaan-perbedaan keyakinan yang dapat disaksikan pada sebagian agama, seperti perang Salib kaum Kristian, tidak dibenarkan.
Al-Quran menganjurkan beberapa jalan untuk menyediakan ruang hidup damai secara berdampingan dengan pemeluk agama lain untuk menciptakan keamanan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Memberikan ruang kebebasan untuk berkeyakinan dan berpikir
2. Memberikan perhatian terhadap prinsip-prinsip bersama
3. Menafikan rasialisme
4. Dialog secara damai
5. Menyambut tawaran damai
6. Menerima hak-hak kaum minoritas
7. Menerima secara resmi para nabi dan kitab-kitab samawi
8. Mendorong perdamaian internasional
9. Memerangi segala ilusi superior atas agama lain
10. Korporasi dan kerjasama dalam masalah-masalah internasional
Hidup berdampingan secara damai di antara pemeluk agama merupakan satu pemikiran orisinil Islam. Banyak ayat al-Quran, dalam ragam bentuk, dengan lugas menganjurkan kepada kaum Muslimin untuk memperhatikan masalah penting ini. Sementara pada empat belas abad sebelumnya, konsep koeksitensi (co-existence) di antara agama dan pemeluk agama sama sekali belum dikenal oleh umat manusia.
Dalam pandangan al-Quran, perang agama dan pertikaian lantaran perbedaan-perbedaan keyakinan yang dapat disaksikan pada sebagian agama seperti, perang Salib kaum Kristian, tidak dibenarkan.
Al-Qur’an menyebutkan sekelompok orang dari Kristen dan Yahudi yang saling mencemooh satu dengan yang lain, saling menghina, menginjak-injak hak-hak manusia, senantiasa menyulut api peperangan dan pertikaian di antara sesama mereka.
(Qs. Al-Baqarah 113)

D.    Hidup Damai Secara Berdampingan dengan Pemeluk Agama Lain
Al-Quran menganjurkan beberapa jalan untuk menyediakan ruang hidup damai secara berdampingan dengan pemeluk agama lain, di antaranya adalah sebagai berikut:
1.      Memberikan ruang kebebasan untuk berkeyakinan dan berpikir
Pada sebagian ayat al-Quran dijelaskan prinsip kebebasan berakidah. Artinya secara asasi mengikuti keyakinan-keyakinan hati dan masalah-masalah nurani hanya bermakna tatkala tidak terdapat desakan dan paksaan di dalamnya.
Iw on#tø.Î) Îû ÈûïÏe$!$# ( s% tû¨üt6¨? ßô©9$# z`ÏB ÄcÓxöø9$# 4 ……..
 “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. ……..”(Qs. Al-Baqarah :256)
2.      Memberikan perhatian terhadap prinsip-prinsip bersama
Islam adalah sebuah ajaran yang semenjak kemunculannya telah mempresentasikan slogan eksistensi kepada seluruh penduduk dunia. Ajaran ini menyeru kepada Ahlulkitab.

ö@è% Ÿ@÷dr'¯»tƒ É=»tGÅ3ø9$# (#öqs9$yès? 4n<Î) 7pyJÎ=Ÿ2 ¥ä!#uqy $uZoY÷t/ ö/ä3uZ÷t/ur žwr& yç7÷ètR žwÎ) ©!$# Ÿwur x8ÎŽô³èS ¾ÏmÎ/ $\«øx© Ÿwur xÏ­Gtƒ $uZàÒ÷èt/ $³Ò÷èt/ $\/$t/ör& `ÏiB Èbrߊ «!$# 4 bÎ*sù (#öq©9uqs? (#qä9qà)sù (#rßygô©$# $¯Rr'Î/ šcqßJÎ=ó¡ãB ÇÏÍÈ
Katakanlah: "Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (Qs. Ali Imran [3]:64)
Al-Qur’an mengajarkan kepada kaum Muslimin bahwa apabila orang-orang tidak bersedia untuk bekerja sama denganmu untuk mencapai tujuan-tujuan sucimu, janganlah berlipat tangan dan berusahalah minimal pada tujuan-tujuan common, kalian dapat bekerja sama dengan mereka dan menjadikannya sebagai asas untuk merealisasikan tujuan-tujuan mulia kalian.[1]
3.      Menafikan rasialisme
Rasialisme adalah ajaran yang memandang dirinya lebih superior dan mendorong penganutnya untuk menghina bangsa-bangsa lainnya yang akan menyebabkan munculnya pelbagai problematika bagi umat manusia. Salah satu prinsip penting koeksistensi secara damai adalah persamaan dan kesetaraan umat manusia. Perang Dunia Pertama dan Kedua merupakan contoh nyata dari pelbagai problematika ini.
Al-Qur’an dalam pesan universalnya menolak rasialisme.
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al-hujaraat: 13)
4.      Dialog secara damai
Islam memandang perlu ditunaikannya prinsip-prinsip adab, kehormatan dan sopan santun dalam menjelaskan ajaran-ajarannya, bahkan di hadapan agama yang paling buruk dan khurafat sekali pun. Karena setiap kelompok dan bangsa, bersikap puritan dan fanatik terhadap keyakinan dan amalan-amalannya. Berkata-kata tidak senonoh dan bersikap kasar akan membuat mereka semakin keras membela keyakinan mereka.
5.      Menyambut tawaran damai
Adanya dua kalangan masyarakat yang memiliki kepercyaan berbeda, yang awalnya bermusuhan, kemudian salah satu dari mereka meminta damai, atau keduanya sepakat untuk berdamai. Maka kaum yang lainnya harus menerima permintaan damai tersebut.
6.      Menerima hak-hak kaum minoritas
Tiada satu pun agama sebagaimana agama Islam yang memberikan jaminan kebebasan dan menjaga kemuliaan dan hak-hak kaum minoritas. Islam menyediakan keadilan sosial secara sempurna di negeri Islam, bukan hanya untuk kaum Muslimin, melainkan bagi seluruh warga negerinya, meski dengan adanya perbedaan agama, mazhab, ras, bahasa dan warna kulit. Hal ini merupakan salah satu keunggulan besar alam kemanusiaan yang tidak dimiliki satu agama dan aturan mana pun di dunia selain Islam.
Al-Quran dengan tegas menyatakan kebijaksanaan umum Islam tentang penjagaan hak-hak bangsa-bangsa dan agama-agama asing lainnya demikian.
žw â/ä38yg÷Ytƒ ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNs9 öNä.qè=ÏG»s)ムÎû ÈûïÏd9$# óOs9ur /ä.qã_̍øƒä `ÏiB öNä.̍»tƒÏŠ br& óOèdrŽy9s? (#þqäÜÅ¡ø)è?ur öNÍköŽs9Î) 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÑÈ  
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (Qs. Al-Mumtahanah [60]:8)
7.      Mendorong perdamaian internasional
Islam semenjak permulaan telah mencanangkan prinsip-prinsip perdamaian dan melalui jalan tersebut, Islam telah memuluskan perdamaian internasional dan eksistensi secara damai di antara pemeluk agama-agama dunia.
Dalam masalah ini cukup bagi kita mengetahui bahwa perdamaian (shulh) adalah ruh agama Islam.
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=äz÷Š$# Îû ÉOù=Åb¡9$# Zp©ù!$Ÿ2 Ÿwur (#qãèÎ6®Ks? ÅVºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNà6s9 Arßtã ×ûüÎ7B ÇËÉÑÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam (wilayah keselamatan) secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.: (Al-Baqarah: 208)
Sa-la-m lebih tinggi kedudukannya dan lebih lestari ketimbang perdamaian (shu-lh). Karena sa-la-m bermakna keselamatan dan keamanan serta tidak memiliki satu bentuk perdamaian yang bersifat temporal secara lahir.
8.      Memerangi segala ilusi superior (teratas/ lebih tinggi) atas agama lain
Orang-orang Yahudi dan Kristen meyakini bahwa mereka adalah bangsa pilihan Tuhan; hanya merekalah yang menjalin hubungan abadi dengan Tuhan; surga Tuhan terkhusus untuk mereka dan pengikut agama lain sama sekali tidak memiliki kelayakan untuk masuk ke dalamnya; hanya Yahudi dan Kristen yang apa pun gelarnya, lebih unggul dan lebih tinggi dari semuanya dan paling layak mendapatkan penghormatan dan pemuliaan. Seluruh pengikut agama lainnya harus menghormati dan tunduk di hadapan dua bangsa pilihan ini.[2]
Lihat (Al-maidah:18)
Dalam pandangan al-Quran, tiada satu pun bangsa pilihan dan tiada satu pun agama yang telah mengingat persaudaraan dengan Tuhan. Superioritas dan keagungan terkhusus bagi orang-orang yang hanya tunduk di hadapan hakikat dan kebenaran. Dan fanatisme tidak akan menghalanginya untuk menerima kebenaran tersebut.
9.      Korporasi dan kerjasama dalam masalah-masalah internasional
Di antara kemestian kehidupan sosial dan masyarakat adalah korporasi dan kerja sama. Kehidupan sosial dan mekanisme hidup bermasyarakat pada tataran internasional tidak akan dapat terwujud tanpa kerja sama dan korporasi dalam pelbagai bidang politik, perekonomian, sosial dan kebudayaan. Untuk memecahkan pelbagai problematika internasional yang semakin hari semakin bertambah maka satu-satunya jalan adalah melakukan kerjasama dan korporasi di antara sesama.
Al-Quran menegaskan dan menganjurkan kerja sama dan korporasi yang juga merupakan prinsip rasional dan menempatkan arahnya dalam lingkup.
………. (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ  
“…….. dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”
Dalam lingkup dunia internasional, usaha untuk menegakkan keadilan, kesetaraan, perdamaian, keamanan, pengembangan merupakan obyek-obyek “birr” (kebaikan) dan memerangi dominasi, eksploitasi, rasialisme dan segala jenis pemutusan akar-akar agresi pada tataran internasional, adalah usaha untuk memenuhi ketakwaan dan kedekatan bangsa-bangsa kepada kehendak dan keinginan Tuhan. Di jalan ini, segala jenis kerjasama dan korporasi yang berujung pada kerusakan, pelanggaran dan kezaliman harus dihindari.[3]


BAB III
KESIMPULAN

Peace and Human Security sangatlah penting dalam kehidupan bermasyarakat. Hidup di dunia ini khususnya di bangsa Indonesia yang memiliki berbagai macam suku, budaya, agama, ras dan bahasa, kita saling menghargai satu sama lain.
Islam mengajarkan pada umatnya untuk saling berdamai dan menjaga keamanan antar sesama. Kita bersyukur dan memuji Allah Jalla Jalâluhu yang telah menerangkan segala sebab keamanan dalam agama kita. Dan kita senantiasa menyanjung-Nya atas segala kemurahan yang diantaranya adalah dijadikannya syari’at Islam ini sebagai syari’at yang bertujuan menegakkan keamanan di tengah manusia.
Jadi inti dan saripati dari masalah perdamaian adalah bahwa orang seorang harus berada dalam keadaan damai dengan dirinya sendiri dan dengan umat manusia dan dengan sebagai akibat dari penempatan dirinya dalam hubungan damai dengan Penciptanya.

















DAFTAR PUSTAKA


Fiqh Siy’si, Abbas Amid Zanjani
Ham Ziisti Madzhabi, Muhammad Mujtahid Syabistari, Maktab Islam
Nashir Makarim Syirazi. Tafsir Nemune et al


[1] Nashir Makarim Syirazi. Tafsir Nemune et al, jil. 2, hal. 450.
[2] Ham Ziisti Madzhabi, Muhammad Mujtahid Syabistari, Maktab Islam, Tahun 7, No. 3, Hal. 37.
[3] Fiqh Siysi, Abbas Amid Zanjani,  jil. 3, hal. 441-461.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar