Kamis, 13 Desember 2012

Sastra Banding "3 Cerita Anak Durhaka"


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Cerita Rakyat adalah bagian dari kekayaan budaya dan sejarah yangdimiliki setiap bangsa. Jika digali dengan sungguh-sungguh, negerikita sebenarnya berlimpah ruah cerita rakyat yang menarik. Bahkansudah banyak yang menulis ulang dengan cara mereka masing-masing.Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatumasyarakat melalui bahasa tutur yang berhubungan langsung dengan berbagaiaspek budaya dan susunan nilai sosial masyarakat tersebut. Dahulu, cerita rakyatdiwariskan secara turun-menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya dalammasyarakat tertentu.
Cerita anak durhaka seperti Cerita Malin Kundang, Asal mula burung punai, dan Sikulup merupakan sederetan cerita rakyat yang ada di Indonesia.Masih banyak sederetan cerita rakyat yang memang diperuntukkan bagi anak-anak. Mengenal cerita rakyat adalah bagian dari mengenal sejarah dan budaya suatu bangsa. Pada umumnya, cerita rakyat mengisahkan tentang terjadinya berbagai hal,seperti terjadinya alam semesta. Adapun tokoh-tokoh dalam cerita rakyat biasanyaditampilkan dalam berbagai wujud, baik berupa binatang, manusia maupun dewa,yang kesemuanya disifatkan seperti manusia.
Cerita rakyat sangat digemari oleh warga masyarakat karena dapat dijadikansebagai suri teladan dan pelipur lara, serta bersifat jenaka. Oleh karena itu, ceritarakyat biasanya mengandung ajaran budi pekerti atau pendidikan moral dan hiburan bagi masyarakat.
Saat ini, cerita-cerita rakyat tidak hanya merupakan cerita yang dikisahkan secaralisan dari mulut ke mulut dan dari generasi ke generasi berikutnya, akan tetapitelah banyak dipublikasikan secara tertulis melalui berbagai media.
Bagaiman dengan cerita Anak Durhaka? Cerita anak durhaka merupakan cerita yang mengisahkan anak yang melawan pada orang tuanya, anak yang tidak mematuhi orang tuanya sendiri. Dari cerita anak durhaka mengandung hikmah yang sangat baik, yang terkandung tauladan-tauladan bagi anak yang membacanya agar tidak mengikuti jejak-jejak dari anak yang suka membantah orang tuanya.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Cerita Rakyat
Cerita Rakyat adalah sebagian kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki Bangsa Indonesia. Pada umumnya, cerita rakyat mengisahkan tentang suatu kejadian di suatu tempat atau asal muasal suatu tempat. Tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam cerita rakyat umumnya diwujudkan dalam bentuk binatang, manusia maupun dewa. Fungsi Cerita rakyat selain sebagai hiburan juga bisa dijadikan suri tauladan terutama cerita rakyat yang mengandung pesan-pesan pendidikan moral. Banyak yang tidak menyadari kalo negeri kita tercinta ini mempunyai banyak Cerita Rakyat Indonesia yang belum kita dengar, bisa dimaklumi karena cerita rakyat menyebar dari mulut - ke mulut yang diwariskan secara turun - temurun. Namun sekarang banyak Cerita rakyat yang ditulis dan dipublikasikan sehingga cerita rakyat Indonesia bisa dijaga dan tidak sampai hilang dan punah.
B.       Sinopsis Cerita
1.      Cerita Sikulup
Cerita sikulup ini berasal dari Belitung. Sikulup berasal dari keluarga yang serba tak kecukupan atau miskin. Kehidupan  sehari-hari mereka mecari daun-daunan dan buah dihutan, hasilnya dijual kepasar. Sikulup senang membantu orang tuanya dalam mencari nafkah. Suatu ketika ayah kulup pergi kehutan untuk mencari rebung. Rebung itu dijadikan sayur untuk makan mereka. Ketika ayah sikulup menebang rebung, terlihatlah oleh ayahnya si kulup sebatang tongkat berada pada rumpunan bambu. Akhirnya tongkat itu dibersihkan dan diperhatikan betul, ternyata tongkat bertabur intan permata dan merah delima. Akhirnya mereka bertiga sepakat untuk menjual tongkat tersebut kenegri lain. Sikulup pun pergi meninggalkan kedua orang tuanya.Tongkat itupun terjual dengan sangat mahal. Si kulup pun menjadi saudagar yang kaya dan sudah beristri. Bertahun-tahun si kulup hidup dirantau, oleh mertuanya si kulup disuruh berniaga kenegeri lain bersama istrinya. Mulailah mereka berlayar meninggalkan daerah perantauan. Saat si kulup teringat kembali akan kampung halamannya. Ketika sampai di muara sungai cerucuk mereka berlabuh. Sesampai dikapal kedua orang tua itu mencari si kulup. Maka di usirlah kedua orang tuanya. Emak sikulup tidak dapat menahan amarah. Ia amat terpukul hatinya. Mak nya si kulup berucap “ kalau saudagar itu benar-benar anakku si kulup dan kini tidak mau mengakui kami sebagai orang tuanya, mudah-mudahan kapal itu karam.” Tidak lama kemudian terjadilah suatu keanehan yang luar biasa, tiba-tiba gelombang laut sangat tinggi menerjang kapal saudagar kaya itu. Akhirnya kapal itu terbalik, semua penumpang tewas  seketika. Beberapa hari kemudian di tempat karam itu muncullah sebuah pulau yang menyerupai kapal.
2.      Asal mula burung Punai
Pelalawan ialah nama suatu negeri yang terletak di pinggir Sungai Kampar. Sungai Kampar ialah satu dari tiga sungai besar yang mengalir di daratan Riau. Yang lain ialah Sungai Siak dan Sungai Kuantan. Ketiga sungai itu bermuara di Selat Malaka. Ahmad memang anak tunggal, kedua orang tuanya sangat mencintainya. Walaupun mereka orang yang tidak berada, apa saja permintaan anaknya diusahakannya. Tidak pernah ada permintaan yang ditolak. Itulah sebabnya si Ahmad selalu bersimahalela, ia tidak pernah mengerti akan kemiskinan orang tuanya. Orang tua Ahmad tiap hari bekerja keras, kalau tidak ke lading ia menangkap ikan. Malam hari ia membuat bubu atau merajut jala. Hasil usahanya dijual ke desa Bunut, Pandut, langgan, Nilo, dan Pelalawan. Si Ahmad pemalas itu tidak menuruti kehendak orang tuanya,disuruh bekerja ia bermain. Disuruh mengaji ia pergi tidur ke pondok tinggal. Kebiasaan anak-anak kampung itu ialah bermain gasing, apabila air sungai sedang surut, anak-anak senang bermain gasing di pasir sungai. Permainan gasing itu sangat mengasyikkan dan anak-anak itu dapat lupa segala-galanya termasuk lupa dengan makannya.
Pada suatu hari ketika si Ahmad sedang bermain gasing, ia didatangi ibunya. Lalu malamnya berkatalah bapak Ahmad kepada istrinya, “rupanya kita selama ini telah salah”. Kita terlalu memanjakan Ahmad, makin dimanjakan ia makin nakal sekarang kita harus mengubah sikap dia. Besoknya ibu si Ahmad tidak menyediakan makanan lagi buat si Ahmad, dan sebagai gantinya dimasukkannya gasing ke dalam periuk nasi, periuk gulai diisinya tali gasing. Ia menyesal juga telah menyakiti hati orang tuanya. Oleh karena itu sedihnya makin menjadi-jadi, sambil berurai air mata ia pun bernyanyi. Setelah nyanyian itu dinyanyikannya, tumbuhlah sehelai bulu di dadanya. Bulu itu bukan bulu biasa, bulu itu bulu bertangkai seperti burung punai. Penuhnya badannya oleh bulu lalu tangannya berubah menjadi sayap, ekor pun tumbuh satu-satu akhirnya lengkaplah ia menjadi seekor burung.

3.      Rawa Tekuluk
Cerita ini berasal dari sebuah desa di Sumatra Barat. Dahulu da seorang janda yang tinggal di seberang rawa yang terletak dikaki gunung yangsudah tidak aktif lagi. Ia mempunyai seorang anak perempuan yang diberi nama Upik. Ia sangat menyayangi si Upik karena siupik merupakan anak semata wayangnya. Ia selalu menuruti apa mau si Upik walaupun ia bukan orang berada, kerja keraspun dilakukannya demi menghidupi si Upik. Namun semakin dituruti semakin manja si Upik kepada Ibunya yang sudah tua, karena dimanja si Upik menjadi anak yang pemalas, kerjaannya hanya merawat diri sendiri dan mempercantik diri tidak mau membantu pekerjaan ibunya.
Suatu hari panen dikampungnya gagal, ia dan si Upik harus kekampung sebelah untuk mencari makan, ia mengajak si Upik untuk menjual padi. Awalnya si Upik malas, tapi ia berfikir lagi, bila padi itu dijual, uangnya bisa untuk dibelikan baju baru. Saat berjalan si Upik tidak mau jalan bersamaan dengan ibunya ia merasa malu. Akhirnya saat pergi dan pulang ia jalan jauh dibelakang ibunya.
Saat pulang si upik jalan duluan didepan ibunya yang lama karena membawa beban lebih berat dari si Upik. Si Upik berusaha mencari jalan pintas agar jauh dari ibunya, namun ditengah perjalanan ia menginjak rumput yang datar. Si Upik tidak menyangka kalau di bawah rumput itu adalah rawa. Akhirnya ia jatuh kedalam. Ia teriak memanggil “ibuuuuu” namun tak satupun orang mendengarnya.
Dilain tempat ibunya sudah sampai dirumah, namun tak ditemuinya si Upik hingga malam. Ia sangat mengkhawatirkan anak kesayangannya itu, hingga pagi masih buta ia sudah pergi untuk mencari anaknya, ia mencari kedesa sebelah, bertanya pada orang-orang disana. Orang-orang disana ada yang melihat si Upik kemarin siang, mereka yakin melihat si Upik melewati jalan pintas. Akhirnya denga tergesa-gesa ia mencari si Upik. Sampai didekat rawa itu ia mendengar jeritan memanggil “ibuuuuuu”. Itulah gema suara si Upik. Ibunya hampir pingsan. Ia mendengar bisikan ditelinganya. “tabahkan hatimu. Anakmu celaka karena tidak mau menuruti ibunya. Tulah balasan anak yang tidak menghormati orang tua”.
Ia sadar. Ia segera menyebut nama Tuhan dan pasrah dengan keadaan anaknya (si Upik). Orang yang lewat beramai-ramai datang untuk melihat tekuluk merah Si Upik teronggok ditepi rawa. Sejak saat itu, rawa itu dinamakan rawa Tekuluk. Hingga sekarang.

C.       Unsur Intrinsik, Ekstrinsik dan Ending Ceita
Cerita
Unsur Intrinsik
Unsur Ekstrinsik
Ending Cerit
Asal Mula Burung Punai
Tema:   Kekeluargaan
Alur: Maju-mudur (Campuran)
Setting: Riau (Ladang, Rumah Pinggir sungai)
Penokohan: Pak Ahmad, Ibu Ahmad, dan Si Ahmad
Sosial: Warga sederhana
Lingkungan: pedesaan
Ekonomi: warga menengah kebawah
Moral: mendidik anak agar senantiasa menghormati dan membantu orang tua
Budaya: tradisional
Berubah menjadi seekor Burung Punai
Si Kulup
Tema:   Kekeluargaan
Alur : Maju-mundur (Campuran)
Setting: Blitung (Hutan, Sungai Cerucuk)
Penokohan: Pak Kulup, Mak Kulup, Sikulup dan istri si Kulup
Sosial:Warga sangat sederhana
Lingkungan: pedesaan
Ekonomi: warga menengah kebawah
Moral: mendidik anak agar patuh dan mendengarkan orang tua
Budaya: tradisional
Tewas secara Tenggelam bersama kapalnya
Rawa Tekuluk
Tema:   Kekeluargaan
Alur : Maju-mundur (Campuran)
Setting: Sumatra Barat (Rumah, rawa)
Penokohan: Ibu si Upik dan Si Upik.
Sosial:Warga sangat sederhana
Lingkungan: pedesaan
Ekonomi: warga menengah kebawah
Moral: mendidik anak agar patuh kepada orang tua dan tidak sombong.
Budaya: tradisional
Tenggelam di rawa.

D.      Tentang Penulis
Nurana dan Tira Ikranegara adalah dua orang penulis yang menceritakan kembali cerita-cerita rakyat yang saat ini sudah mulai tak dikenal masyarakat. Nurana menceritakan khusus kisah-kisah Anak Baik dan Anak Durhaka sedangkan Tira menceritakan berbagai cerita rakyat yang diantaranya asal mula reog ponorogo, Si Kulup yang durhaka dan yang lainnya.

E.       Amanat Cerita Anak Durhaka
Sebagai seorang anak, jangan pernah lupa dengan jasa orangtua yang tak terhitung terutama sekali kepada seorang Ibu yang telah mengandung dan membesarkan anaknya, apalagi jika sampai menjadi seorang anak yang durhaka. Durhaka kepada orangtua merupakan satu dosa besar dan dimurkai oleh tuhan.




















BAB IV
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Sebagian Cerita rakyat mengisahkan tentang terjadinya berbagai hal,seperti terjadinya alam semesta. Adapun tokoh-tokoh dalam cerita rakyat biasanya ditampilkan dalam berbagai wujud, baik berupa binatang, manusia maupun dewa,yang kesemuanya disifatkan seperti manusia. Namun saat ini, cerita-cerita rakyat tidak hanya merupakan cerita yang dikisahkan secaralisan dari mulut ke mulut dan dari generasi ke generasi berikutnya, akan tetapi telah banyak dipublikasikan secara tertulis melalui berbagai media.
Cerita anak durhakapun banyak diceritakan diberbagai daerah, misalnya di Sumatra Barat, Riau, Blitung dan yang lainnya. Sifat, kelakuan dan latar belakang dari anak durhakapun berbeda-beda. Namun dari semua itu menyampaikan amanat yang sama yaitu jadilah anak yang berbakti kepada orang tua. Sebab, jasa orang tua tidak dapat dibayar atau digantikan dengan apapun juga. Jika kita berani kepada orang tua, kita termasuk anak durhaka. Durhaka adalah salah satu dosa besar dan dimurkai oleh Tuhan.
















DAFTAR PUSTAKA

Nurana. 1985. Anak Baik dan Anak Durhaka. Jakarta: PT. Inti Idayu Press
Ikranegara, Tira. 2007. Cerita Rakyat. Jakarta: Bintang Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar