Kamis, 13 Desember 2012

Sastra Banding "3 Cerita Anak Durhaka"


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Cerita Rakyat adalah bagian dari kekayaan budaya dan sejarah yangdimiliki setiap bangsa. Jika digali dengan sungguh-sungguh, negerikita sebenarnya berlimpah ruah cerita rakyat yang menarik. Bahkansudah banyak yang menulis ulang dengan cara mereka masing-masing.Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatumasyarakat melalui bahasa tutur yang berhubungan langsung dengan berbagaiaspek budaya dan susunan nilai sosial masyarakat tersebut. Dahulu, cerita rakyatdiwariskan secara turun-menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya dalammasyarakat tertentu.
Cerita anak durhaka seperti Cerita Malin Kundang, Asal mula burung punai, dan Sikulup merupakan sederetan cerita rakyat yang ada di Indonesia.Masih banyak sederetan cerita rakyat yang memang diperuntukkan bagi anak-anak. Mengenal cerita rakyat adalah bagian dari mengenal sejarah dan budaya suatu bangsa. Pada umumnya, cerita rakyat mengisahkan tentang terjadinya berbagai hal,seperti terjadinya alam semesta. Adapun tokoh-tokoh dalam cerita rakyat biasanyaditampilkan dalam berbagai wujud, baik berupa binatang, manusia maupun dewa,yang kesemuanya disifatkan seperti manusia.
Cerita rakyat sangat digemari oleh warga masyarakat karena dapat dijadikansebagai suri teladan dan pelipur lara, serta bersifat jenaka. Oleh karena itu, ceritarakyat biasanya mengandung ajaran budi pekerti atau pendidikan moral dan hiburan bagi masyarakat.
Saat ini, cerita-cerita rakyat tidak hanya merupakan cerita yang dikisahkan secaralisan dari mulut ke mulut dan dari generasi ke generasi berikutnya, akan tetapitelah banyak dipublikasikan secara tertulis melalui berbagai media.
Bagaiman dengan cerita Anak Durhaka? Cerita anak durhaka merupakan cerita yang mengisahkan anak yang melawan pada orang tuanya, anak yang tidak mematuhi orang tuanya sendiri. Dari cerita anak durhaka mengandung hikmah yang sangat baik, yang terkandung tauladan-tauladan bagi anak yang membacanya agar tidak mengikuti jejak-jejak dari anak yang suka membantah orang tuanya.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Cerita Rakyat
Cerita Rakyat adalah sebagian kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki Bangsa Indonesia. Pada umumnya, cerita rakyat mengisahkan tentang suatu kejadian di suatu tempat atau asal muasal suatu tempat. Tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam cerita rakyat umumnya diwujudkan dalam bentuk binatang, manusia maupun dewa. Fungsi Cerita rakyat selain sebagai hiburan juga bisa dijadikan suri tauladan terutama cerita rakyat yang mengandung pesan-pesan pendidikan moral. Banyak yang tidak menyadari kalo negeri kita tercinta ini mempunyai banyak Cerita Rakyat Indonesia yang belum kita dengar, bisa dimaklumi karena cerita rakyat menyebar dari mulut - ke mulut yang diwariskan secara turun - temurun. Namun sekarang banyak Cerita rakyat yang ditulis dan dipublikasikan sehingga cerita rakyat Indonesia bisa dijaga dan tidak sampai hilang dan punah.
B.       Sinopsis Cerita
1.      Cerita Sikulup
Cerita sikulup ini berasal dari Belitung. Sikulup berasal dari keluarga yang serba tak kecukupan atau miskin. Kehidupan  sehari-hari mereka mecari daun-daunan dan buah dihutan, hasilnya dijual kepasar. Sikulup senang membantu orang tuanya dalam mencari nafkah. Suatu ketika ayah kulup pergi kehutan untuk mencari rebung. Rebung itu dijadikan sayur untuk makan mereka. Ketika ayah sikulup menebang rebung, terlihatlah oleh ayahnya si kulup sebatang tongkat berada pada rumpunan bambu. Akhirnya tongkat itu dibersihkan dan diperhatikan betul, ternyata tongkat bertabur intan permata dan merah delima. Akhirnya mereka bertiga sepakat untuk menjual tongkat tersebut kenegri lain. Sikulup pun pergi meninggalkan kedua orang tuanya.Tongkat itupun terjual dengan sangat mahal. Si kulup pun menjadi saudagar yang kaya dan sudah beristri. Bertahun-tahun si kulup hidup dirantau, oleh mertuanya si kulup disuruh berniaga kenegeri lain bersama istrinya. Mulailah mereka berlayar meninggalkan daerah perantauan. Saat si kulup teringat kembali akan kampung halamannya. Ketika sampai di muara sungai cerucuk mereka berlabuh. Sesampai dikapal kedua orang tua itu mencari si kulup. Maka di usirlah kedua orang tuanya. Emak sikulup tidak dapat menahan amarah. Ia amat terpukul hatinya. Mak nya si kulup berucap “ kalau saudagar itu benar-benar anakku si kulup dan kini tidak mau mengakui kami sebagai orang tuanya, mudah-mudahan kapal itu karam.” Tidak lama kemudian terjadilah suatu keanehan yang luar biasa, tiba-tiba gelombang laut sangat tinggi menerjang kapal saudagar kaya itu. Akhirnya kapal itu terbalik, semua penumpang tewas  seketika. Beberapa hari kemudian di tempat karam itu muncullah sebuah pulau yang menyerupai kapal.
2.      Asal mula burung Punai
Pelalawan ialah nama suatu negeri yang terletak di pinggir Sungai Kampar. Sungai Kampar ialah satu dari tiga sungai besar yang mengalir di daratan Riau. Yang lain ialah Sungai Siak dan Sungai Kuantan. Ketiga sungai itu bermuara di Selat Malaka. Ahmad memang anak tunggal, kedua orang tuanya sangat mencintainya. Walaupun mereka orang yang tidak berada, apa saja permintaan anaknya diusahakannya. Tidak pernah ada permintaan yang ditolak. Itulah sebabnya si Ahmad selalu bersimahalela, ia tidak pernah mengerti akan kemiskinan orang tuanya. Orang tua Ahmad tiap hari bekerja keras, kalau tidak ke lading ia menangkap ikan. Malam hari ia membuat bubu atau merajut jala. Hasil usahanya dijual ke desa Bunut, Pandut, langgan, Nilo, dan Pelalawan. Si Ahmad pemalas itu tidak menuruti kehendak orang tuanya,disuruh bekerja ia bermain. Disuruh mengaji ia pergi tidur ke pondok tinggal. Kebiasaan anak-anak kampung itu ialah bermain gasing, apabila air sungai sedang surut, anak-anak senang bermain gasing di pasir sungai. Permainan gasing itu sangat mengasyikkan dan anak-anak itu dapat lupa segala-galanya termasuk lupa dengan makannya.
Pada suatu hari ketika si Ahmad sedang bermain gasing, ia didatangi ibunya. Lalu malamnya berkatalah bapak Ahmad kepada istrinya, “rupanya kita selama ini telah salah”. Kita terlalu memanjakan Ahmad, makin dimanjakan ia makin nakal sekarang kita harus mengubah sikap dia. Besoknya ibu si Ahmad tidak menyediakan makanan lagi buat si Ahmad, dan sebagai gantinya dimasukkannya gasing ke dalam periuk nasi, periuk gulai diisinya tali gasing. Ia menyesal juga telah menyakiti hati orang tuanya. Oleh karena itu sedihnya makin menjadi-jadi, sambil berurai air mata ia pun bernyanyi. Setelah nyanyian itu dinyanyikannya, tumbuhlah sehelai bulu di dadanya. Bulu itu bukan bulu biasa, bulu itu bulu bertangkai seperti burung punai. Penuhnya badannya oleh bulu lalu tangannya berubah menjadi sayap, ekor pun tumbuh satu-satu akhirnya lengkaplah ia menjadi seekor burung.

3.      Rawa Tekuluk
Cerita ini berasal dari sebuah desa di Sumatra Barat. Dahulu da seorang janda yang tinggal di seberang rawa yang terletak dikaki gunung yangsudah tidak aktif lagi. Ia mempunyai seorang anak perempuan yang diberi nama Upik. Ia sangat menyayangi si Upik karena siupik merupakan anak semata wayangnya. Ia selalu menuruti apa mau si Upik walaupun ia bukan orang berada, kerja keraspun dilakukannya demi menghidupi si Upik. Namun semakin dituruti semakin manja si Upik kepada Ibunya yang sudah tua, karena dimanja si Upik menjadi anak yang pemalas, kerjaannya hanya merawat diri sendiri dan mempercantik diri tidak mau membantu pekerjaan ibunya.
Suatu hari panen dikampungnya gagal, ia dan si Upik harus kekampung sebelah untuk mencari makan, ia mengajak si Upik untuk menjual padi. Awalnya si Upik malas, tapi ia berfikir lagi, bila padi itu dijual, uangnya bisa untuk dibelikan baju baru. Saat berjalan si Upik tidak mau jalan bersamaan dengan ibunya ia merasa malu. Akhirnya saat pergi dan pulang ia jalan jauh dibelakang ibunya.
Saat pulang si upik jalan duluan didepan ibunya yang lama karena membawa beban lebih berat dari si Upik. Si Upik berusaha mencari jalan pintas agar jauh dari ibunya, namun ditengah perjalanan ia menginjak rumput yang datar. Si Upik tidak menyangka kalau di bawah rumput itu adalah rawa. Akhirnya ia jatuh kedalam. Ia teriak memanggil “ibuuuuu” namun tak satupun orang mendengarnya.
Dilain tempat ibunya sudah sampai dirumah, namun tak ditemuinya si Upik hingga malam. Ia sangat mengkhawatirkan anak kesayangannya itu, hingga pagi masih buta ia sudah pergi untuk mencari anaknya, ia mencari kedesa sebelah, bertanya pada orang-orang disana. Orang-orang disana ada yang melihat si Upik kemarin siang, mereka yakin melihat si Upik melewati jalan pintas. Akhirnya denga tergesa-gesa ia mencari si Upik. Sampai didekat rawa itu ia mendengar jeritan memanggil “ibuuuuuu”. Itulah gema suara si Upik. Ibunya hampir pingsan. Ia mendengar bisikan ditelinganya. “tabahkan hatimu. Anakmu celaka karena tidak mau menuruti ibunya. Tulah balasan anak yang tidak menghormati orang tua”.
Ia sadar. Ia segera menyebut nama Tuhan dan pasrah dengan keadaan anaknya (si Upik). Orang yang lewat beramai-ramai datang untuk melihat tekuluk merah Si Upik teronggok ditepi rawa. Sejak saat itu, rawa itu dinamakan rawa Tekuluk. Hingga sekarang.

C.       Unsur Intrinsik, Ekstrinsik dan Ending Ceita
Cerita
Unsur Intrinsik
Unsur Ekstrinsik
Ending Cerit
Asal Mula Burung Punai
Tema:   Kekeluargaan
Alur: Maju-mudur (Campuran)
Setting: Riau (Ladang, Rumah Pinggir sungai)
Penokohan: Pak Ahmad, Ibu Ahmad, dan Si Ahmad
Sosial: Warga sederhana
Lingkungan: pedesaan
Ekonomi: warga menengah kebawah
Moral: mendidik anak agar senantiasa menghormati dan membantu orang tua
Budaya: tradisional
Berubah menjadi seekor Burung Punai
Si Kulup
Tema:   Kekeluargaan
Alur : Maju-mundur (Campuran)
Setting: Blitung (Hutan, Sungai Cerucuk)
Penokohan: Pak Kulup, Mak Kulup, Sikulup dan istri si Kulup
Sosial:Warga sangat sederhana
Lingkungan: pedesaan
Ekonomi: warga menengah kebawah
Moral: mendidik anak agar patuh dan mendengarkan orang tua
Budaya: tradisional
Tewas secara Tenggelam bersama kapalnya
Rawa Tekuluk
Tema:   Kekeluargaan
Alur : Maju-mundur (Campuran)
Setting: Sumatra Barat (Rumah, rawa)
Penokohan: Ibu si Upik dan Si Upik.
Sosial:Warga sangat sederhana
Lingkungan: pedesaan
Ekonomi: warga menengah kebawah
Moral: mendidik anak agar patuh kepada orang tua dan tidak sombong.
Budaya: tradisional
Tenggelam di rawa.

D.      Tentang Penulis
Nurana dan Tira Ikranegara adalah dua orang penulis yang menceritakan kembali cerita-cerita rakyat yang saat ini sudah mulai tak dikenal masyarakat. Nurana menceritakan khusus kisah-kisah Anak Baik dan Anak Durhaka sedangkan Tira menceritakan berbagai cerita rakyat yang diantaranya asal mula reog ponorogo, Si Kulup yang durhaka dan yang lainnya.

E.       Amanat Cerita Anak Durhaka
Sebagai seorang anak, jangan pernah lupa dengan jasa orangtua yang tak terhitung terutama sekali kepada seorang Ibu yang telah mengandung dan membesarkan anaknya, apalagi jika sampai menjadi seorang anak yang durhaka. Durhaka kepada orangtua merupakan satu dosa besar dan dimurkai oleh tuhan.




















BAB IV
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Sebagian Cerita rakyat mengisahkan tentang terjadinya berbagai hal,seperti terjadinya alam semesta. Adapun tokoh-tokoh dalam cerita rakyat biasanya ditampilkan dalam berbagai wujud, baik berupa binatang, manusia maupun dewa,yang kesemuanya disifatkan seperti manusia. Namun saat ini, cerita-cerita rakyat tidak hanya merupakan cerita yang dikisahkan secaralisan dari mulut ke mulut dan dari generasi ke generasi berikutnya, akan tetapi telah banyak dipublikasikan secara tertulis melalui berbagai media.
Cerita anak durhakapun banyak diceritakan diberbagai daerah, misalnya di Sumatra Barat, Riau, Blitung dan yang lainnya. Sifat, kelakuan dan latar belakang dari anak durhakapun berbeda-beda. Namun dari semua itu menyampaikan amanat yang sama yaitu jadilah anak yang berbakti kepada orang tua. Sebab, jasa orang tua tidak dapat dibayar atau digantikan dengan apapun juga. Jika kita berani kepada orang tua, kita termasuk anak durhaka. Durhaka adalah salah satu dosa besar dan dimurkai oleh Tuhan.
















DAFTAR PUSTAKA

Nurana. 1985. Anak Baik dan Anak Durhaka. Jakarta: PT. Inti Idayu Press
Ikranegara, Tira. 2007. Cerita Rakyat. Jakarta: Bintang Indonesia

PEACE AND HUMAN SECURITY


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Sepanjang sejarah, perdamaian dan keamanan antar masyarakat dan antar negara di dunia senantiasa menjadi cita-cita besar umat manusia. Lembaran historis dipenuhi catatan panjang perjuangan manusia dalam mewujudkannya. Sejarah juga mencatat noktah hitam rasisme dan ambisi sebagian orang maupun negara dengan menyulut perang, pembunuhan dan menciptakan kerusakan.
Pada saat rakyat dunia menghendaki perdamaian permanen dan bebasnya dunia dari perang. Amat disayangkan, tujuan mulia ini tidak pernah terwujud sempurna. Perdamaian dan ketentraman hanya terwujud pada taraf tertentu. Namun, mayoritas manusia berupaya mewujudkan perdamaian permanen, sehingga dengan cara ini bisa mencapai kemajuan dan kebahagiaan.
Hingga kini, berbagai strategi ditempuh untuk mewujudkan perdamaian dan keamanan di dunia. Namun berbagai cara tersebut tidak membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Kekuatan-kekuatan adidaya senantiasa memaksakan ambisinya dengan menyelewengkan ketentuan internasional dan melanggar kedaulatan negara-negara dunia.
Agama Islam memandang perdamaian sejati tidak terwujud tanpa naungan keadilan. Di mata Islam, perdamaian akan mengakar kokoh dari pondasi hak adil bangsa-bangsa dunia, bukan penindasan dan kepentingan adidaya. Saat ini pandangan tersebut diterima seluruh negara. Semua pihak mengakui bahwa perdamaian yang adil merupakan satu-satunya jalan untuk mewujudkan ketentraman permanen di dunia yang tidak aman dan dipenuhi konflik.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Perdamaian
Perdamaian dalam arti yang lebih luas lagi adalah, “penyesuaian dan
pengarahan yang baik dari orang seorang terhadap Penciptanya pada satu
pihak dan kepada sesamanya pada pihak yang lain” . Hal ini berlaku bagi
keseluruhan hubungan konsentris (bertitik pusat yang sama) antara seorang
dengan orang lainnya, seseorang dengan masyarakat, masyarakat dengan
masyarakat, bangsa dengan bangsa dan pendek kata antara keseluruhan umat
manusia satu sama lainnya, dan antara manusia dan alam semesta. Perdamaian
mencakup segala bidang kehidupan fisik , intelektual, akhlak dan
kerohanian.
B.     Keamanan
Keamanan adalah suatu hal yang dituntut dalam kehidupan, dimana seluruh makhluk sangat membutuhkannya dalam memenuhi hal-hal yang berkaitan dengan mashlahat kepentingan mereka, baik yang sifatnya keduniaan maupun keagamaan.
Betapapun manusia diberikan sebab-sebab kemajuan dan segala unsur keberhasilan, maka ia tidak akan mencapai kebahagiaannya dan tidak pula dapat menuai kehidupan yang indah kecuali dengan tuntunan dan syari’at yang Allah ‘Azza wa Jalla, Sang Pencipta manusia ridhoi untuk mereka.
Kita bersyukur dan memuji Allah Jalla Jalâluhu yang telah menerangkan segala sebab keamanan dalam agama kita. Dan kita senantiasa menyanjung-Nya atas segala kemurahan yang diantaranya adalah dijadikannya syari’at Islam ini sebagai syari’at yang bertujuan menegakkan keamanan di tengah manusia.

C.    Pandangan Al-Quran Terkait dengan Perilaku Damai Kaum Muslimin Terhadap Penganut Agama Lain
Hidup berdampingan secara damai di antara pemeluk agama merupakan satu pemikiran orisinil Islam. Banyak ayat al-Quran, dalam ragam bentuk, dengan lugas menganjurkan kepada kaum Muslimin untuk memperhatikan masalah penting ini. Dalam pandangan al-Quran, perang agama dan pertikaian lantaran perbedaan-perbedaan keyakinan yang dapat disaksikan pada sebagian agama, seperti perang Salib kaum Kristian, tidak dibenarkan.
Al-Quran menganjurkan beberapa jalan untuk menyediakan ruang hidup damai secara berdampingan dengan pemeluk agama lain untuk menciptakan keamanan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Memberikan ruang kebebasan untuk berkeyakinan dan berpikir
2. Memberikan perhatian terhadap prinsip-prinsip bersama
3. Menafikan rasialisme
4. Dialog secara damai
5. Menyambut tawaran damai
6. Menerima hak-hak kaum minoritas
7. Menerima secara resmi para nabi dan kitab-kitab samawi
8. Mendorong perdamaian internasional
9. Memerangi segala ilusi superior atas agama lain
10. Korporasi dan kerjasama dalam masalah-masalah internasional
Hidup berdampingan secara damai di antara pemeluk agama merupakan satu pemikiran orisinil Islam. Banyak ayat al-Quran, dalam ragam bentuk, dengan lugas menganjurkan kepada kaum Muslimin untuk memperhatikan masalah penting ini. Sementara pada empat belas abad sebelumnya, konsep koeksitensi (co-existence) di antara agama dan pemeluk agama sama sekali belum dikenal oleh umat manusia.
Dalam pandangan al-Quran, perang agama dan pertikaian lantaran perbedaan-perbedaan keyakinan yang dapat disaksikan pada sebagian agama seperti, perang Salib kaum Kristian, tidak dibenarkan.
Al-Qur’an menyebutkan sekelompok orang dari Kristen dan Yahudi yang saling mencemooh satu dengan yang lain, saling menghina, menginjak-injak hak-hak manusia, senantiasa menyulut api peperangan dan pertikaian di antara sesama mereka.
(Qs. Al-Baqarah 113)

D.    Hidup Damai Secara Berdampingan dengan Pemeluk Agama Lain
Al-Quran menganjurkan beberapa jalan untuk menyediakan ruang hidup damai secara berdampingan dengan pemeluk agama lain, di antaranya adalah sebagai berikut:
1.      Memberikan ruang kebebasan untuk berkeyakinan dan berpikir
Pada sebagian ayat al-Quran dijelaskan prinsip kebebasan berakidah. Artinya secara asasi mengikuti keyakinan-keyakinan hati dan masalah-masalah nurani hanya bermakna tatkala tidak terdapat desakan dan paksaan di dalamnya.
Iw on#tø.Î) Îû ÈûïÏe$!$# ( s% tû¨üt6¨? ßô©9$# z`ÏB ÄcÓxöø9$# 4 ……..
 “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. ……..”(Qs. Al-Baqarah :256)
2.      Memberikan perhatian terhadap prinsip-prinsip bersama
Islam adalah sebuah ajaran yang semenjak kemunculannya telah mempresentasikan slogan eksistensi kepada seluruh penduduk dunia. Ajaran ini menyeru kepada Ahlulkitab.

ö@è% Ÿ@÷dr'¯»tƒ É=»tGÅ3ø9$# (#öqs9$yès? 4n<Î) 7pyJÎ=Ÿ2 ¥ä!#uqy $uZoY÷t/ ö/ä3uZ÷t/ur žwr& yç7÷ètR žwÎ) ©!$# Ÿwur x8ÎŽô³èS ¾ÏmÎ/ $\«øx© Ÿwur xÏ­Gtƒ $uZàÒ÷èt/ $³Ò÷èt/ $\/$t/ör& `ÏiB Èbrߊ «!$# 4 bÎ*sù (#öq©9uqs? (#qä9qà)sù (#rßygô©$# $¯Rr'Î/ šcqßJÎ=ó¡ãB ÇÏÍÈ
Katakanlah: "Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (Qs. Ali Imran [3]:64)
Al-Qur’an mengajarkan kepada kaum Muslimin bahwa apabila orang-orang tidak bersedia untuk bekerja sama denganmu untuk mencapai tujuan-tujuan sucimu, janganlah berlipat tangan dan berusahalah minimal pada tujuan-tujuan common, kalian dapat bekerja sama dengan mereka dan menjadikannya sebagai asas untuk merealisasikan tujuan-tujuan mulia kalian.[1]
3.      Menafikan rasialisme
Rasialisme adalah ajaran yang memandang dirinya lebih superior dan mendorong penganutnya untuk menghina bangsa-bangsa lainnya yang akan menyebabkan munculnya pelbagai problematika bagi umat manusia. Salah satu prinsip penting koeksistensi secara damai adalah persamaan dan kesetaraan umat manusia. Perang Dunia Pertama dan Kedua merupakan contoh nyata dari pelbagai problematika ini.
Al-Qur’an dalam pesan universalnya menolak rasialisme.
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al-hujaraat: 13)
4.      Dialog secara damai
Islam memandang perlu ditunaikannya prinsip-prinsip adab, kehormatan dan sopan santun dalam menjelaskan ajaran-ajarannya, bahkan di hadapan agama yang paling buruk dan khurafat sekali pun. Karena setiap kelompok dan bangsa, bersikap puritan dan fanatik terhadap keyakinan dan amalan-amalannya. Berkata-kata tidak senonoh dan bersikap kasar akan membuat mereka semakin keras membela keyakinan mereka.
5.      Menyambut tawaran damai
Adanya dua kalangan masyarakat yang memiliki kepercyaan berbeda, yang awalnya bermusuhan, kemudian salah satu dari mereka meminta damai, atau keduanya sepakat untuk berdamai. Maka kaum yang lainnya harus menerima permintaan damai tersebut.
6.      Menerima hak-hak kaum minoritas
Tiada satu pun agama sebagaimana agama Islam yang memberikan jaminan kebebasan dan menjaga kemuliaan dan hak-hak kaum minoritas. Islam menyediakan keadilan sosial secara sempurna di negeri Islam, bukan hanya untuk kaum Muslimin, melainkan bagi seluruh warga negerinya, meski dengan adanya perbedaan agama, mazhab, ras, bahasa dan warna kulit. Hal ini merupakan salah satu keunggulan besar alam kemanusiaan yang tidak dimiliki satu agama dan aturan mana pun di dunia selain Islam.
Al-Quran dengan tegas menyatakan kebijaksanaan umum Islam tentang penjagaan hak-hak bangsa-bangsa dan agama-agama asing lainnya demikian.
žw â/ä38yg÷Ytƒ ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNs9 öNä.qè=ÏG»s)ムÎû ÈûïÏd9$# óOs9ur /ä.qã_̍øƒä `ÏiB öNä.̍»tƒÏŠ br& óOèdrŽy9s? (#þqäÜÅ¡ø)è?ur öNÍköŽs9Î) 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÑÈ  
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (Qs. Al-Mumtahanah [60]:8)
7.      Mendorong perdamaian internasional
Islam semenjak permulaan telah mencanangkan prinsip-prinsip perdamaian dan melalui jalan tersebut, Islam telah memuluskan perdamaian internasional dan eksistensi secara damai di antara pemeluk agama-agama dunia.
Dalam masalah ini cukup bagi kita mengetahui bahwa perdamaian (shulh) adalah ruh agama Islam.
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=äz÷Š$# Îû ÉOù=Åb¡9$# Zp©ù!$Ÿ2 Ÿwur (#qãèÎ6®Ks? ÅVºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNà6s9 Arßtã ×ûüÎ7B ÇËÉÑÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam (wilayah keselamatan) secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.: (Al-Baqarah: 208)
Sa-la-m lebih tinggi kedudukannya dan lebih lestari ketimbang perdamaian (shu-lh). Karena sa-la-m bermakna keselamatan dan keamanan serta tidak memiliki satu bentuk perdamaian yang bersifat temporal secara lahir.
8.      Memerangi segala ilusi superior (teratas/ lebih tinggi) atas agama lain
Orang-orang Yahudi dan Kristen meyakini bahwa mereka adalah bangsa pilihan Tuhan; hanya merekalah yang menjalin hubungan abadi dengan Tuhan; surga Tuhan terkhusus untuk mereka dan pengikut agama lain sama sekali tidak memiliki kelayakan untuk masuk ke dalamnya; hanya Yahudi dan Kristen yang apa pun gelarnya, lebih unggul dan lebih tinggi dari semuanya dan paling layak mendapatkan penghormatan dan pemuliaan. Seluruh pengikut agama lainnya harus menghormati dan tunduk di hadapan dua bangsa pilihan ini.[2]
Lihat (Al-maidah:18)
Dalam pandangan al-Quran, tiada satu pun bangsa pilihan dan tiada satu pun agama yang telah mengingat persaudaraan dengan Tuhan. Superioritas dan keagungan terkhusus bagi orang-orang yang hanya tunduk di hadapan hakikat dan kebenaran. Dan fanatisme tidak akan menghalanginya untuk menerima kebenaran tersebut.
9.      Korporasi dan kerjasama dalam masalah-masalah internasional
Di antara kemestian kehidupan sosial dan masyarakat adalah korporasi dan kerja sama. Kehidupan sosial dan mekanisme hidup bermasyarakat pada tataran internasional tidak akan dapat terwujud tanpa kerja sama dan korporasi dalam pelbagai bidang politik, perekonomian, sosial dan kebudayaan. Untuk memecahkan pelbagai problematika internasional yang semakin hari semakin bertambah maka satu-satunya jalan adalah melakukan kerjasama dan korporasi di antara sesama.
Al-Quran menegaskan dan menganjurkan kerja sama dan korporasi yang juga merupakan prinsip rasional dan menempatkan arahnya dalam lingkup.
………. (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ  
“…….. dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”
Dalam lingkup dunia internasional, usaha untuk menegakkan keadilan, kesetaraan, perdamaian, keamanan, pengembangan merupakan obyek-obyek “birr” (kebaikan) dan memerangi dominasi, eksploitasi, rasialisme dan segala jenis pemutusan akar-akar agresi pada tataran internasional, adalah usaha untuk memenuhi ketakwaan dan kedekatan bangsa-bangsa kepada kehendak dan keinginan Tuhan. Di jalan ini, segala jenis kerjasama dan korporasi yang berujung pada kerusakan, pelanggaran dan kezaliman harus dihindari.[3]


BAB III
KESIMPULAN

Peace and Human Security sangatlah penting dalam kehidupan bermasyarakat. Hidup di dunia ini khususnya di bangsa Indonesia yang memiliki berbagai macam suku, budaya, agama, ras dan bahasa, kita saling menghargai satu sama lain.
Islam mengajarkan pada umatnya untuk saling berdamai dan menjaga keamanan antar sesama. Kita bersyukur dan memuji Allah Jalla Jalâluhu yang telah menerangkan segala sebab keamanan dalam agama kita. Dan kita senantiasa menyanjung-Nya atas segala kemurahan yang diantaranya adalah dijadikannya syari’at Islam ini sebagai syari’at yang bertujuan menegakkan keamanan di tengah manusia.
Jadi inti dan saripati dari masalah perdamaian adalah bahwa orang seorang harus berada dalam keadaan damai dengan dirinya sendiri dan dengan umat manusia dan dengan sebagai akibat dari penempatan dirinya dalam hubungan damai dengan Penciptanya.

















DAFTAR PUSTAKA


Fiqh Siy’si, Abbas Amid Zanjani
Ham Ziisti Madzhabi, Muhammad Mujtahid Syabistari, Maktab Islam
Nashir Makarim Syirazi. Tafsir Nemune et al


[1] Nashir Makarim Syirazi. Tafsir Nemune et al, jil. 2, hal. 450.
[2] Ham Ziisti Madzhabi, Muhammad Mujtahid Syabistari, Maktab Islam, Tahun 7, No. 3, Hal. 37.
[3] Fiqh Siysi, Abbas Amid Zanjani,  jil. 3, hal. 441-461.